Fakta Menarik Tentang Kampung Naga
Jika kamu mulai lelah dengan segala aktifitas keseharian dan ingin merefresh diri, dan memutuskan untuk jeda dari rutinitas kota yang padat. Ini saat yang tepat untuk menjadwalkan kunjungan kamu ke Kampung Naga, Tasikmalaya.
Kawasan ini merupakan daerah perkampungan yang didalamnya sangat menjaga kelestarian budaya nenek moyangnya, dari mulai bahasa, rutinitas, dan adat-istiadat daerah. Kamu bisa leluasa untuk mempelajari mendalam tentang Slot Bet Kecil Pragmatic Play kebudayaan Indonesia terutama budaya sunda.
Jika kamu adalah seorang traveler yang suka beriwsata alam atau seorang budayawan yang ingin mempelajari kebudayaan sunda secara lebih dekat. Wisata ini sangat cocok menjadi tempat persinggahanmu untuk berlibur sembari mempelajari budaya kearifan lokal.
Warga menyebut sejarah kampungnya dengan istilah “Pareum Obor”. Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, Matinya penerangan.
Mereka tidak mengetahui asal-usul kampungnya. Masyarakat kampung menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/sejarah mereka pada saat pembakaran kampung oleh Organisasi DI/TII Kartosuwiryo. Saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia.

Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno dan kurang simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan tersebut pada tahun 1956.
Untuk berwisata ke kampung tidak dipungut biaya sepeser pun. Tapi, kita masih dapat berkontribusi dengan membeli cinderamata dan menyewa jasa pemandu.
Selama musim liburan, Kampung akan semakin ramai oleh para pelancong. Biasanya wisatawan yang mampir dari Jakarta atau Bandung. Ini dikarenakan lokasinya yang mudah dicapai, hanya beberapa ratus meter dari jalan raya.
Meskipun hanya singgah, para wisatawan dapat merasakan kedamaian sejenak ketika berada di Kampung wisata yang satu ini.
Masyarakat sangat menghormati tradisi leluhur. Mereka menolak segala hal yang tidak berasal dari ajaran nenek moyang.
Percaya adanya jurig cai, yaitu makhluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”). Kemudian “ririwa” yaitu makhluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari.
Sedangkan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi agung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat.
Hal pertama yang mencolok adalah tidak adanya aliran listrik. Suasana malam yang remang-remang menjadi hal yang biasa di sini. Kondisi kampung tanpa penerangan listrik memang menjadi pilihan masyarakat setempat.
Tidak hanya listrik, masyarakat juga enggan menggunakan tabung gas LPG sebagai sarana untuk memasak. Hal tersebut bisa berakibat buruk pada suasana lingkungan.Terutama berkaitan dengan rumah-rumah warga yang terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar.
Menjaga tradisi para leluhurnya agar tidak luntur merupakan hal yang menjadi prinsip mereka untuk tidak memasang listrik.